Selasa, 30 November 2010

cerita ART: takut naik eskalator

Bismillahirrahmanirrahim

Sudah lama tidak nge-blog nih
beberapa ide sudah ada di kepala
untuk bahas topik yang agak serius
tapi sedang belum ada waktu cari data pendukungnya
alias males *ga boleh dipiara nih* he he

Jadi postingan kali ini isinya yang ringan saja ya,
tentang (lagi-lagi) asisten rumah tangga di rumah
tapi yang ga jelek-jelek kok,
nah ceritanya kita dapat art baru
buat jaga Safa dirumah sehari-hari sementara Bunda dan Ayah kerja
namanya mba barunya bagus sekali: Lutfia, *tapi bukan lutfia Sunkar ya hehe*
biasanya dipanggil dengan sapaan mba Iluth atau mba Fia
asalnya dari pekalongan, saat pertama kali ketemu saya langsung merasa cocok
dan benar alhamdulillah, sama anak-anak sabar dan telaten
dan bahasanya juga halus, sabar, dan ga suka marah-marah sama eisha safa ^^

nah ke inti ceritanya,  kemarin weekend
seperti biasa tiap minggu, kita (ayah bunda, eisha dan safa)
pergi ke rumah nenek di depok
dalam perjalanan Bunda ceritanya lapar (lupa belum makan pagi, ups)
Ayah yang baik hati saat itu (hehe)
menawarkan Bunda untuk mampir cari makanan di Pejaten Village
yang letaknya memang pas on the way to Depok dari setiabudi

Bunda mengiyakan ajakan ayah ^^
akhirnya kita belok ke Penvil untuk cari makanan
setiba diparkir, ayah ajak semuanya turun
tapi mba Iluth bilang: "aku tunggu disini saja bu, jaga safa yang sedang tidur"
tapi kata Eisha: "mba Iluth ikut saja, kasihan masak diparkiran, gelap"
akhirnya kita semua keluar parkir dan menuju Penvil
menuju lantai dasar naik lift

setiba dilantai dasar, kita tanya ke pak satpam: "foodcourt dimana ya pak"
pak satpamnya agak ragu jawabnya: "kalo ga dilantai 2 lantai 3 deh Bu"
laahhh hehe...
yasudah akhirnya kita ke lantai dua, naik tangga jalan (eskalator) dari situ
Bunda gandeng Eisha, dan Ayah gandeng safa
kita naik tangga jalannya
tapiiiiiiiii....ternyata oh ternyata
Mba Iluth ga ikutan naikkk, sementara kita sudah dalam perjalanan di eskalator menuju atas, mba iluth termangu di depan tangga jalan
loooooooo mba Iluth????

oow baru ketawan, ternyata mba Iluth ini takut naik tangga jalan
ya ampuun
mba Iluth kenapa ga bilang,
kalo bilang kan tadi Bunda pegangin biar berani ya

akhirnya mau ga mau, Bunda turun lagi deh kebawah
untuk jemput mba Iluth
dan pegangin tangannya si mba pas naik tangga jalan,
beneran dh dia megang tangan bunda kenceng banget
tandanya mba iluth ini ngeri naik tangga jalan *weleh*

Bunda bilang: "kenapa takut Vi"
kata mba Lutfia-nya "ngerii aku buuuu"
"oh yasudah, nanti kalo naik tangga jalan lagi pegangan aku ya" kata Bunda
ternyata, food court bukan dilantai dua,
jadi kita musti naik lagi satu lantai
naik tangga jalan lagi deh
Bunda bilang: "Mba Iluth pegangan aku yaaa"
eh entah kenapa si mba gak pegangan,
sama kayak kejadian pertama
dia termangu didepan eskalator, sendirian
sementara kita sudah ditangga menuju atas, weleh weleh hehe

dan Bunda, sama kayak tadi jemput mba Iluth lagi deh di lntai dua
turun dulu dan pegangin tangannya ke atas, hoho
berarti dia memang takut beneran ya sama tangga jalan (eskalator)


wahhh besok-besok,
lain kali kita naik lift ajah ya mba Iluth....

buat teman-temankuh, ada ide ga ya buat ngilangin eskalator phobianya Mba Iluth?
tq before yaaa......

<

Kamis, 11 November 2010

(cerita PRT/ART) betah di bioskop ^^

Bismillahirrahmanirrahim

Kalau cerita tentang ART(asisten rumah tangga)
atau PRT (pembantu rumah tangga)
memang tidak habisnya
termasuk topik gosip hangat dan tidak pernah basi
dikalangan emak-emak, ya kan?

Kebanyakan ya cerita tentang PRT berkisar pada
yah gitu deh (ga tau kenapa polanya sama():
yang mainan hape mulu (saya ngerasain juga)
baru sehari ga betah minta pulang, kerjanya ga pas,
kelayapan sampe pagi
weleh

Tapi tulisan ini sejatinya ga mau tulis yang kayak gitu lagi deh,
habis gimana, mau kayak apa juga, diri ini masih butuh merekah
pembantuku pahlawanku *halah*lebai hihi*

dari sejak mencoba pake asisten atau pembantu rumah tangga,
saya sudah dapet lumayan jumlahnya kalau dihitung pakai jari tangan
(ada si inah, leis, ati, ina lagi, putri, ningsih, putri lagi)

Jangan ditanya, semuanya beda-beda..

Tapi ada satu cerita lucu dulu nih (gapapa deh sudah agak basi ):
saat si Ningsih, art 18 tahun asal jogja
baru datang di rumah untuk kerja
waktu itu dia datang pas menjelang weekend

ceritanya saat weekend itu,
sabtu malam, Ayah janji ajak Bunda
nonton film "My name is Khan" di Premiere Theater Plaza EX, Plaza Indonesia
berhubung itu film memang cuma diputar disitu, jadi ga bisa nomat (nonton hemat) hehe

Nah tadinya sih Bunda maunya nonton berdua aja,
secara itu film bukan masuk kategori film anak-anak

tapi ternyata anak-anak mau ikutan, apalagi Eisha ga mau ditinggal
dan sang Ayah yang ga tegaan dan sangat sayang anak-anak
dengan senang hati mengajak mereka ikut serta
Nah biar nanti ada yang bantuin Bunda kalau kerepotan disana
diajaklah si mba baru: Mba Ningsih untuk ikut serta

Setiba di Premiere theater, masuklah kita berlima
termasuk mba Ningsih yang ternyata setelah ditanya,
baru sekali-kalinya itu dia masuk ke Mall hehe
dan otomastis baru sekali juga nonton film di theater atau bioskop

Ya sudah Bunda merelakan 4 buah tiket dibeli
untuk kita berlima masuk (Ayah Bunda, Eisha, dan si Ningsih,
juga Safa yang ikutan masuk juga tapi ga bayar tiket)
lumayan juga harga total  tiketnya ya tapi gapapa juga karena itu bayarnya dirogoh dari dompetnya ayah hehe

Nah pas didalam, Safa ga berapa lama tidur saat film baru diputar, jadi aman.
Eisha juga tidur, gapapa. aman juga.
Nah Bunda berharap, momen nonton film bagus sekelas "My Name is Khan"
ga cuma diserap oleh Ayah sama Bunda,
tapi juga  termasuk juga Ningsih, si ART baru
dan menjadi pengalaman mengesankan
buat dia di hari pertama kerjanya *taelah*

Nah 15 menit film dimulai,
mata melirik ke bangku si Ningsih
dengan hipotesis awal kalo dia "will enjoy the movie"
dan excited-lah kan baru pertama kali nontonnn
pake layar segeda gaban gitu loh nobntonnya hee...

Brharap Ningsih tertangkap mata Bunda
sedang membelalakan matanya menonton si Sakh Rukh Khan
dengan riang gembira dan penuh antusias

ehhhhhh yang Bunda daapatkan malahhhhh
pemandangan si Ningsih pules molor di bangku pojokan..
zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
ahhhhhaaha....Ningsih-Ningsih
sudah dibayarin tiket teater kok malah dipake
kanggo  tempat turu toh nduuuk nduuuuk hehehehe

Bunda colek Ayah suruh lihat Ningsih, ayah cuma ketawa aja hehehe

dan si Ningsih tidur melingkar manis
sampe itu film berakhir,
masak iya kita gugah dia lagi tidur...
ya nda tegaaa laahhh..hehe

*pesan moral: terkadang ekspektasi kita tidak sesuai harapan, maka bersiaplah

Jumat, 05 November 2010

Detik-detik Evakuasi Merapi: Ketika Bernard Berhenti Tertawa

Catatan ini saya dapat dari share teman di BBM. ‎​Sebuah pengalaman dr dokter yg berjaga di pos merapi http://bit.ly/cjW1zr

Dicopas langsung dari note fb Dokter Julian Sunan

***

Hujan abu masih turun tipis di luar jendela ketika saya menulis ini. Limabelas jam yang lalu, jam 19.30, 4 November 2010, sedikit heranketika ambulan jemputan tiba di rumah on time, saya dan rekan dari Puskesmas berangkat tugas jaga pos kesehatan Hargobinangun. Cuacamendung, nyaman menyeka kering abu yang membedaki Beran (ibukota administratif Sleman), perlahan kami berangkat melintasi desa-desa menuju Hargobinangun, 17 km dari puncak Merapi. Harapan yang cerah, jaga malam santai, cuaca dingin yang nyaman, plus minumsusu dan obrolan hangat di pos kesehatan menanti kami. Setidaknya itu bertahan sampai 1/4 perjalanan, ketika memasuki wilayah Ngaglik,25 km dari puncak Merapi, kabut menyergap kami. Aneh, kabut di jarak sejauh ini dari gunung. Kabut yang aneh pula, tidak dingin dansejuk, tapi pucat, kering, pengap, tak bergerak, dan terasa sangat berat untuk ditembus. Kabut serupa yang saya jumpai mengawali hujanpasir erupsi besar Merapi Sabtu dini hari lalu. Pikiran saya melayang jauh ke pos tujuan kami, amankah?. Di benak saya, jangan-janganHargobinangun dan 5000 penghuninya sudah tenggelam dalam pasir seperti kota Pompeii. Dan kami telusuri lembah-lembah gelap desaterakhir dengan pikiran kelam.

Hingga kilometer terdekat dengan barak pengungsian Hargobinangun kabut diam itu masih sangat pekat. Di tepian jalan kaliurang, satukilometer di bawah barak, tampak stasiun TV swasta sedang live di tepi jalan, agaknya menyadari juga fenomena aneh setelah hujanseharian itu. Semoga mereka tidak membuat berita menyesatkan seperti kemarin. Cukup melegakan. Lebih melegakan lagi ketika beberaparatus meter kemudian kabut itu menipis, teriring ramai cahaya balai desa Hargobinangun, barak pengungsian terbesar dan terkokoh daribarak lain. Pukul delapan malam namun barak sudah sepi. Dipeluk kabut yang berubah menjadi hujan abu ringan, nampaknya semuapengungsi terbaring nyaman beristirahat di 3 komplek bangunan permanen yang tersedia (balai desa, gedung SD dan SMP, dan bangunankhusus barak raksasa hasil cicilan masyarakat Pakem). Dan pos kesehatan, markas besar kami, masih tampak serupa, penuh tumpukan obatyang terlalu lengkap karena banyak sponsor, catatan resep tak jelas, register setumpuk, dan kardus-kardus masker, dan anggota-anggotaTagana yang bercengkerama.

Menyenangkan jaga malam di pos kesehatan Hargobinangun akhir-akhir ini, tenang, tidak begitu berjubel pasien. Beruntung kami denganadanya beberapa pos kesehatan LSM yang didirikan di sudut-sudut lain barak, beban berkurang, hanya cukup sedikit koordinasi, obatmereka yang lebih lengkap dan coverage pasien maksimal. Hingga untuk ukuran Puskesmas yang dipindah ke barak, kami bisa bersantai,jalan-jalan, dan tidur tentu saja. Dan anggota-anggota Tagana (Taruna Siaga Bencana) yang memiliki bench tepat di depan bench kamiitulah pelampiasan keisengan. Kebetulan topik malam itu ketawa ala Bernard Bear, dan ternyata mereka fasih menirukan gaya si beruanggendut tersebut, sepertinya semalaman kami akan berhaha hihi.

Getaran dan gemuruh merapi tak pernah henti terdengan sejak saya tiba. Akhirnya terbiasa, baik pengungsi maupun saya, dengan bunyiseperti dentum, deru dan guntur bersambungan yang membuat kaca berderak, hingga menggetarkan badan yang diam. Jam menunjukkanpukul 23.30 ketika beruang-beruang di pos kesehatan menggelar kasur dan membaca doa pengantar tidur, berharap semua tenang. Semuaterlelap, kecuali saya yang memang tak mudah tidur di kondisi tersebut. Saya mencoba mengabaikan, tapi menjelang pukul 00.00 sayarasakan bunyi gemuruh itu semakin keras, semakin dekat, semakin mengguncang. Agaknya beberapa rekan dan pengungsi jugamerasakannya. Mereka berjalan dan berkumpul di halaman luar balai desa. Saya bangkit, memakai sepatu dan menatap mereka dari selasarpos kesehatan. Tampak kepala desa dan koordinator barak sibuk mengontak HT, sesaat kemudian tiba-tiba mereka berlari menujubeberapa barak, diikuti anggota-anggota TNI. Saya masih berdiri di depan pos kesehatan, terheran dengan gemuruh yang makin mengeras,dan mulai curiga ketika kabut aneh serupa ketika saya tiba muncul kembali dan memekat. Tiba-tiba terdengar keributan, pengungsi di barakterdekat berhamburan keluar menuju jalan, semakin banyak yang menghambur keluar. Satu yang melintas saya hentikan, dan pertanyakankenapa, jawaban menghambur dalam kepanikan "dok, semua pengungsi diminta segera turun ke stadion Maguwoharjo!"

Maguwoharjo? sungguh tak masuk akal menurut saya, bukankah itu di tepian kota? 25 kilometer lebih evakuasi masif ribuan orang dalamhitungan menit!??

Kepanikan menyeruak, barak Hargobinangun yang semula lelap sontak bangun dalam histeria ancaman bencana. Pengungsi berlarian kejalan, menaiki angkutan apapun yang kebetulan berada. Puluhan TNI yang tegar tak kuasa menahan 5000an orang yang berhamburan,dalam teriak dan tangis, berebut kendaraan.Truk, bus, mobil, pikap, pengangkut pasir sekejap penuh sesak dengan manusia, berdesakan,berebutan, saling himpit. Carut marut suasana panik, tangis bercampur dengan teriakan memanggil dan mencari sanak keluarga. Sepasangmanula berpakaian lusuh seadanya, berusaha berlari menuju jalan masing-masing tangan penuh memegang kardus, tikar dan bungkusan;hebatnya mereka masih berusaha berpegang tangan. Seorang lelaki renta, lupa tak menenteng apa-apa, berdiri kebingungan melihatperebutan sudut ruang angkutan yang tersedia, mematung tanpa bisa berkata; hingga beberapa anggota TNI mengangkatnya ke atas trukbak terbuka. Anak-anak menangis, tak tahu apa yang diperbuat orang tuanya, menyeret mereka dari tidur lelapnya. Semua teriakmenenangkan tenggelam dalam badai kepanikan, hingga serak suara dan kami tertunduk putus asa. Bayangkan, dalam 20 menit 5000orang telah bergerak dalam muatan penuh sesak yang penuh tangis..

Dua orang jompo yang tak dapat berjalan menjadi jatah evakuasi kami, ambulan yang penuh sesak beranjak pelan menjadi angkutanpengungsi terakhir. Tatap mata nanar sang kakek menatap balai pengungsian yang sekian hari telah dihuninya, ruang-ruang yang semulariuh tampak senyap, pintu-pintunya ditutup dan dikunci oleh TNI dan Tagana terakhir yang pemberani. Barang-barang pengungsi tampakberceceran, di dalam maupun di halaman, terserak pula dalam kenangan. banyak diantara mereka yang hanya membawa baju yang merekapakai. Dalam senyap, ambulan kami melaju, dan hujan turun perlahan...setidaknya bila memang itu dapat disebut hujan.

Semula memang tetes air yang menyentuh lengan, namun beberapa saat kemudian tetes itu menghitam dan berubah menjadi bulatan-bulatan besar tepat saat kami memasuki ambulan, 15 menit setelah rombongan utama berangkat. Kemudian bukan lagi air yang jatuh darilangit, namun lumpur bercampur kerikil. Ambulan yang bergerak pelan, berjalan semakin pelan karena penyeka kaca depan tak mampumenepis hujan lumpur. Sesekali kami berhenti, menyiramkan air mineral kemasan ke kaca depan, sekalipun sekian detik kemudian kaca itusudah terpekati pasir kembali. Menit demi menit kami merangkak turun, ke selatan, menjauh dari sumber petaka. Memasuki distrik Pakem,3 km di bawah Hargobinangun, kami baru menyadari bahwa wilayah itu sudah seperti kota mati, listrik padam, hanya pengendara sepedamotor berjajar di emper toko karena tak kuat menembus hujan lumpur. Kemacetan terjadi di ketika melewati kampus UII 4 km kemudian,agaknya para mahasiswa panik dan berebut mengungsi ketika mengetahui rombongan utama pengungsi Hargobinangun melintas. Jalanutama penuh, benturan antar kendaraan tak ayal terjadi. Terjebak dalam kecepatan nol, kami pasrah. Saya hanya menatap kaca mobil yangtak mampu meneruskan pandang. Gurat-gurat lumpur di balik kaca mengalir, sebagaimana air mata ribuan pengungsi di kendaraan bakterbuka, menembus siraman lumpur pasir dan kerikil, meniti kilo demi kilo yang berlalu begitu pelan. Dan benar bahwa waktu terasabertahun untuk hal yang tak kita sukai..

Duapuluhribu pengungsi bergerak sekaligus menembus malam badai. Entah berapa ratus pengungsi yang tercerai dari keluarganya danberapa lagi yang mengalami kecelakaan di perjalanan mengerikan sekaligus menakjubkan ini..

Lebih dari satu jam perjalanan kami memasuki pinggiran kota, melintas ringroad menuju Stadion Maguwoharjo. Hujan tak turun sejak kamimendekati kota, tapi debu vulkanik pekat menghambat pandang. Saya belum pernah datang ke stadion itu, hanya mengamati foto, stadionbaru yang agak tersendat pembangunannya, landskap absurd di tengah pemukiman penduduk suburban, yang belum disetting sebagaibarak pengungsian. Namun bayangan kelam saya sontak hilang ketika cahaya kemilau itu muncul di depan kami. Layaknya bahtera di lautankelabu, bangunan besar itu terapung bercahaya, begitu cerah, begitu hangat. Perlahan kami mendekat. Tiga lantai, penuh manusia, danmasih juga dikitari manusia dan kendaraan. Puluhan petugas menyambut dan mengarahkan kami. Perjalanan hitam berakhir, entah kenapabadan kami yang diberati pasir dan debu, seolah terlepas dan menjadi ringan, sangat ringan..

Entah kenapa, dalam kondisi seperti itu rasa lelah sama sekali tak terasa. Selepas dropping pasien bawaan di ruang observasi, saya masihmeneruskan pemeriksaan dan pengobatan umum hingga siang menjelang. Pepatah kuno bilang, manusia lebih cepat letih bila sedangaktivitas bersenang-senang.. benarkah?

HT berteriak, mengabarkan banyak korban tewas di Argomulyo, Cangkringan.. Ya, mengungsi adalah dilema. Mudah bagi mereka berkata"sudah disuruh mengungsi tetap bandel".. mungkin sang pemberi komentar tersebut sekali waktu perlu mengalami menjadi dan merasakanhidup sebagai pengungsi Merapi.

Dan benar, masalah utama mobilisasi mendadak masif tentu saja terpecahnya keluarga. Semenjak pagi, pengeras suara lebih banyakmeyerukan nama orang-orang yang mencari anggota keluarganya. Stadion Maguwo yang tak pernah memiliki perlengkapan barakpengungsian disulap menjadi barak seadanya. Pengungsi tak berharta benda duduk juga seadanya di lantai tanpa alas, setidaknya merekalega sudah jauh dari bahaya dan keluarga lengkap disisi mereka. Tenaga kesehatan pontang-panting menyusun pos Triase dan klinikdarurat, dengan obat dan SDM tercecer entah kemana, beruntung ratusan relawan kesehatan maupun non-kesehatan tetap setia bersamakami, keikhlasan mereka takkan pernah terbeli. Entah sampai kapan amukan Merapi menjadi, entah sampai kapan ribuan pengungsiterdampar di sini, tanpa bekal, jauh dari rumah dan ternak yang mereka sayangi.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tlg disebarkan .. Ikatan Apoteker Indonesia DIY mnydiakan free masker dan tetes mata,posko di Apotek UGM Jl.Sardjito 25 Telp/Fax 0274-547564 untuk teman2 yg dijogja bs langsung menuju ke tkp

Up Date Gelanggang Emergency Rescue UGM Dari semalam Gelanggang UGM dipakai buat pengungsian dibutuhkan SEGERA.. Relawan untuk membantu memasak&alat memasak makanan/nasi bungkus untuk sarapan, air minum, tikar. Bagi yang bisa membantu silahkan datang ke gelanggang sekarang. Tolong Sebarkan..

Selasa, 02 November 2010

Kognitif anak sekarang

Bismillahirrahmanirrahim

Anak zaman sekarang kognitifnya cepat sekali berkembang drpd zaman kita kecil dulu ya.

Namanya emak-emak, yah isi blognya pasti ga jarang tentang cerita anaknya ya he he:

Kemarin waktu Bunda bersama Safa, saat itu di atas rumah terdengar bunyi gemuruh, benar ternyata, diatas rumah, di langit, ada helikopter terbang.

Bunda langsung beri tahu Safa, dalam rangka menyederhanakan maksud, maka
Bunda bilang ke safa: "Safa,lihat! itu ada pesawat, ada pesawat terbang Safa!"

Safa ikut melihat,
aih tapi Safa malah bilang: "Bunda, itu helikopter, bukan pesawat terbang!"

Ohohohoho ternyata kau lebih tahu ya nak :D

Powered by Telkomsel BlackBerry®