Senin, 21 Maret 2011

Liburan si anak desa by kakek eisha

Bismillahirrahmanirrahim

Cerita ini mengalir dari kakek Eisha
sewaktu Bunda berbincang-bincang dengan kakek kemarin
tentang rencana liburan Eisha,
yang bingung mau kemana ya?
karena kalau ke mall atau kebun bintang sudah kelewat sering,
jadi Bunda khawatir anak-anak bosan...

Kakek menyambung percakapan Bunda
dengan cerita tentang liburan di masa kecilnya...

begini ceritanya...

Dulu kecil...
kakek yang masih SD juga sangat senang menyambut liburan
walaupun pelajaran zaman SD dahulu tidak sesusah pelajaran zaman sekarang
tapi liburan adalah hal yang ditunggu oleh kakek dan teman-teman sekolahnya
untuk menghilangkan kepenatan rutinitas sekolah


Bunda tanya ke kakek, memang kalau liburan kakek dulu ngapain dan kemana?
Kata kakek: ya gak ngapa-ngapain sih, juga ga kemana-mana
paling main seharian
tetep aja walau liburan, kakek harus ngangon kambing,
cari pakan ternak (sapi),  dan menimba sumur
tapi yang pasti senangnya kakek kecil lebih leluasa bangun siang
karena tidak mesti sekolah


Tapiii, kakek cerita,
Pernah juga kakek dan teman-temannya berlibur ke daerah Tawang Mangu
tawang Mangu adalah daerah yang pemandangannya sangat indah di Jawa tengah
disana Pak Soekarno juga membangun salah satu rumah istananya
yang halamannya dipenuhi jeruk keprok yang manisss sekali rasanya kata kakek

Dulu, kakek bersama teman-temannya sekolah
sekitar sepuluh orang anak pergi bersama-sama ke tawang Mangu
Nah kalau mau liburan begini, mereka tidak bisa langsung pergi liburan
atau merengek kepada orang tua minta liburan
tidak seperti anak-nak sekarang :)
mereka yakin bin mahfum kalau orang tua mereka
tidak bisa diminta untuk hal yang satu ini

mereka sampai membuat rencana
rencana liburannya
dari rute yang akan dilewati, berangkat jam berapa, pulang jam berapa,
sampai makanan yang akan dibeli disana itu sudah diatur

kata kakek zaman dulu tidak ada angkutan umum, apalagi untuk untuk tamsaya
jadi kalau mau pergi liburan agak jauh harus ditempuh dengan berjalan kaki
kasihan ya....

dan yang membuat Bunda terenyuh dengar cerita kakek adalah:
jajanan yang dibeli disana juga tidak bisa semaunya,
karena mereka tidak punya uang banyak
jadi harus berhemat
kata kakek, biasanya uang jajajn cuma dijatah unttuk membeli satu kerat getuk dan teh tubruk di Tawangmangu sana, tidak boleh yang macam-macam
karena tidak ada uang

Desa kakek terletak di Jatisrono Wonogiri
untuk mencapai Twamangu
mereka harus melewati daerah Saranngan
yang kontur tanahnya bukit berbukit, tunrun dan menanjak
bahkan ada tanjakan yang mencapai kemiringan 45 derajat
subhanallah bukan?

Kakek kecil dan teman-temannya dulu  tidak seperti anak sekarang...
yang cukup mudah kalau mau liburan
bersama-sama degan anak-anak desa lainnya
mereka membuat rencana waktu berangkat
Mereka memutuskan berangkat jam 12 tengah malam
Masya Allah bisa dibayangkan ya?
berangkat liburan di tengah malam
sambil membawa obor
kenapa musti tengah malam?
karena waktu malam, hawanya tidak panas untuk berjalan kaki sejauh itu, sehingga mereka bisa menghemat energi

Perjalanan Jatisrono-Tawangmangu 
memakan sekitar enam perjalanan berjalan kaki
jadi mereka berangkat malam-malam jam 12 malam untuk sampai
dawerah Tawangmangu jam 6 paginya
Subhanallah ya
mereka beriringan berjalan kaki enam jam
di malam gelap gulita
hanya sekedar untuk berlibur
ke tempat yang indah

Kata kakek
selain waktu mereka juga merencanakan membawa bekal
agar saat berangkat dan pulang mereka cukup punya tenaga
duh kakek kasihan sekali Bunda dengar ceritanya

Nah kata kakek setelah menempuh perjalanan 6 jaman,
mereka tiba di Tawangmangu
untuk melihat pemandangan paling indah di Jawa tengah
mandi-mandi di pemandian
dan bersenang-senang seharian
nah ketika matahari terbenam, barulah mereka pulang
alasan ditetapkan nya waktu pulang ini sama dengan alasan mereka meetapkan waktu berangkat
agar tidak panas hawanya

subhanallah

pernah juga kakek cerita, terkadang orang desa menyewa truk angkut
untuk memmbawa mereka ke kota
untuk libur dan melihat-lihat

kakek kecil dulu senang sekali
dan juga berniat ikut mobil truk angkutan
kata kakek, kakek bangun pagi-pagi untuk memotong bambu
dan menjualnya di pasar
uangnya untuk sangu (bekal) nanti kalau jadi jalan-jalan kekota
satu bambu kakek waktu itu dihargai 60 rupiah
karena kata kakek, bambu kakek besar kokoh dan panjang

kakek kecil menjual dua buah bambu besar ke pasar
ia tidak kuat mengangkut dua bambu sekaligus
jadi bolak balik pasar untuk menjual dua bambunya

kata kakek, bambu yang dijualnya selalu jadi rebutan
oleh pembeli di pasar
karena besar dan bagusnya
jadi kalau diujung jalan sudah kelihatan ujung bambu yang dibawabya
orang-orang sdh berlarian menghampirinya untyuk membeli bambunya
subhanallah ya

tapiii
kata kakek, karena jarak pasar agak jauh
kakek pulang ke rumah siang sekali menjelang sore
dan kata kakek dia tertinggal trunk angkutan
yang telah mengangkat orang-oerang ke kota untuk berpelancong
kakek datang terlalu sore hiks
kata kakek, hati kakek waktu itu sedddiiiiih sejkali
sakit sekali dihati katanya
sedih karena pun tidak bisa menyusul truk yang sudah mengangkut teman-temannya
bagaimana harus menyusul????

duh kakek
cerita liburanmu bersahaja sekali ya
subhanallah
semestinya kita sekarang bisa lebih bersyukur
banyak diberi kemudahan
bahkan untuk liburan yaa...

*insya Allah, cerita ini akan Bunda ceritakan kembali ke Eisha dan Safa,
betapa sederhananya liburan kakek mereka*

Selasa, 08 Maret 2011

mainan yang boleh dikembalikan

Bismillahirrahmanirrahim

Sore ini Bunda mau tulis cerita tentang adik Safa
Adik Safa yang lucu.
Ceritanya datang dari Ammah peni, adik Bunda
Ammah Peni cerita tentang Safa,
katanya Safa sudah pintar sekali menjawab
dan menjawab dengan berfikir:

Ceritanya begini:
kemarin Safa dibelikan mainan masak-masakan oleh nenek
di abang penjual mainan keliling

nah mainan ini adalah mainan masak-masakan
yang dibelikan oleh nenek untuk yang kesekian kalinya
maklum, nenek yang sayang banget sama cucu hehe
ga kayak Bundanya mikir dulu kalo mau belikan mainan lebih dari dua kali :P

Nah Ammah peni yang melihat mainan yang sama
bilang begini ke Safa: "Safa kok beli mainan masak-masakan lagi"
jawab Safa: "iya, ini dibelikan sama nenek"
kata Ammah menyahut: "Loh kan safa sudah pernah punya mainan masak-masakan"
jawab Safa: "iya, tapi ini nenek yang belikan mainannya"
kata Ammah: "Safa kan sudah punya, mubazir, mainannya dikembalikan saja ya ke abangnya" *ini maksudnya Ammah mau iseng ke Safa hehe*
tanya Ammah: "safa, boleh ga mainannya dikembalikan ke abangnya"

nah Safa jawabnya: "boleh, tapi kan Abangnya sudah pergiii,"
hehehehe Safa jawab dengan baiknya

Ammah peni gau mau kalah: "gapapa, nanti Ammah kejar abangnya pake sepeda. Tapi mainannya boleh dikembalikan kan?" Ammah ngetes lagi...

Jawab Safa: "boleh, boleh, tapi kan abangnya sudah pergi
sudah pergiii jauuuuhh sekaliii,
Ammah pasti ga bisa ngejaar deh" *Safa ngeles;P*

hehehe safa, benerrrr...abangnya sudah jauuuh,
jadi mainannya ga mungkin ya dikembalikan..
mendingan dimainin sama safa jatuhnya ga mubazir juga kan ya

Minggu, 06 Maret 2011

BUNG HATTA DAN SEPATU BALLY

Bismillahirrahmanirrahim

Isi postingan kali ini hanya meneruskan share seorang teman di grup BBM
Isinya sangat inspiratif dan mengena (terutama bagi saya)
saya reshare disini ya,
hingga bisa saya lihat lagi ketika hati mulai tergoda akan duniawi..

kisah ini juga bisa dilihat di link berikut:
http://www.lintasberita.com/Lifestyle/Pendidikan/kisah-bung-hatta-dan-sepatu-bally-yang-patut-kita-teladani

BUNG HATTA DAN SEPATU BALLY

Pada tahun 1950-an,
Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tidak murah.
Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu itu.
Ia kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya,
lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut.

Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi
karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga
atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang untuk meminta pertolongan.

Hingga akhir hayatnya,
sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli
karena tabungannya tak pernah mencukupi.

Yang sangat mengharukan dari cerita ini,
guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat
masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta.

Pada hal, jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu,
sangatlah mudah bagi beliau untuk memperoleh sepatu Bally.
Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta.

Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta.
Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain.
Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama,
yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain
daripada kepentingannya sendiri.

Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta,
apalagi di tengah carut-marut zaman ini.
Bung Hatta meninggalkan teladan besar,
yaitu sikap mendahulukan orang lain,
sikap menahan diri dari meminta hibah,
bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada.

Kalau belum mampu, harus berdisiplin
dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain.

Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani
karakter mulia proklamator kemerdekaan ini,
seandainya para pemimpin tidak maling,
tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini
menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista
karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing.
Attachment: bung hatta.jpg

Selasa, 01 Maret 2011

Menguras Bak Mandi oleh Prie GS

Bismillahirrahmanirrahim

Tulisan ini saya baca di note fb teman saya: Sri Rahayu Hijrahhati. Tulisan yang bagus untuk mengingatkan kita beratnya tugas ibu RT atau PRT/ART yang membantu ibu ibu..

MENGURAS BAK MANDI
Oleh PRIE GS
 
Menguras bak mandi bukan soal asing bagi saya bahkan hingga di hari ini. Alasan utamanya bukan karena saya menyukai pekerjaan ini, melainkan karena tidak ada pembantu di rumah kami.
Tetapi ketika saya mulai asyik dengan pekerjaan sendiri, banyak sekali pekerjaan rumah tangga diambil alih istri. Begitu banyak rupanya item pekerjaan itu yang celakanya tak semuanya mudah diidentifikasi. Jenisnya tak pernah jelas tetapi kelelahannya demikian tegas.
 
Itulah kenapa istri bisa amat terpukul jika pekerjaannya tidak diapresiasi. Tidak dianggap mengerjakan apa-apa cuma karena hasilnya tidak kelihatan dan suasana rumah tampak miskin perubahan.
 
Tak banyak berubah. Padahal baru saya sadari, apa yang dikerjakan istri itu memang soal-soal yang begitu banyak daftarnya tetapi hampir seluruhnya adalah jenis pekerjaan sunyi. Itulah jenis pekerjaan yang memang tidak berujung karena selalu sambung menyambung.
 
Saya sendiri tak sekali mengerjakan tugas seperti ini. Hasilnya saya bisa kerenggosan kelelahan dan berhenti di tengah jalan karena jumlah pekerjaan baru itu bisa bermunculan sebanyak pohon di hutan. Rampung ini muncul itu. Semula saya hanya ingin merapikan tumpukan buku. Tetapi belum rampung buku itu rapi, ternyata di sana juga ada mainan anak, ada kertas makalah, ada ini, ada itu, ada anu, yang semuanya butuh dikembalikan, dirapikan dan ditata ulang.
 
Setelah satu sudut rapi, sudut yang lain jadi terlihat brengsek. Tiba-tiba saya melihat terlalu banyak pakaian kotor, pakaian setengah kotor yang keduanya harus disendirikan tetapi tak cukup ruang.
 
Persoalan yang satu menimbulkan persoalan berikutnya karena baru terasa betapa banyak tindakan indispliner di sana-sini. Ada yang gemar menaruh ganti sembarangan, ada kaos kaki yang kemarin begitu sulit dicari ternyata cuma menggeletak di sini. Ada handuk yang digantung begitu saja padahal bukan di situ tempat semestinya.
 
Rampung menata yang satu mata ini sudah melotot lagi pada aneka VCD yang banyak beserak dan sudah sekian lama tak dikelompokkan menurut aturan. Begitu banyak pelanggaran terjadi yang membuat saya marah tidak cuma kepada anak-anak, tetapi juga kepada diri sendiri. Karena di antara pelanggar itu ternyata juga saya sendiri.
 
Pokoknya, ke manapun mata memandang, saya cuma melihat begitu banyak kekacauaan di sekujur ruang. Inilah derita yang muncul di setiap saya mengerjakan pekerjaan rumah dan itulah derita yang selama ini pasti diderita istri, termasuk ketika harus menguras bak mandi.
 
Demikian lama saya hanya mandi tanpa pernah lagi menguras bak mandi, berarti demikian lama sudah istri menderita kesengsaraan ini. Karenanya, tak sekali saya melihat ia begitu lelah, walau lewat pengakuannya sendiri, ia lelah untuk sebuah pekerjaan bernama entah. Pekerjaan yang ia sebut sebagai melelahkan tetapi tidak kelihatan.
 
Maka ketika suatu kali ia tampak pucat kelelahan padahal saya tahu ia masih harus menguras bak mandi, entah ilham kebaikan apa yang masuk di kepala, saya memutuskan mendahului. Saya bersihkan kamar mandi itu habis-habisan, saya kucurkan airnya yang bersih hingga berlimpahan.
 
Saya bayangkan, ini bukan sekedar kegiatan menguras bak, ini adalah persiapan membuat persembahan perkawinan. Akan saya buktikan bahwa hadiah perkawinan adalah sesuatu yang amat murah dan jika mau setiap hari bisa saya berikan.
(Prie GS/bnol)