Rabu, 15 Agustus 2012

Pertanyaan kritis (krisis): janin dan impotensi

Bismillahirrahmanirrahim

Ini tulisan lagi dari Bunda
tentang anak-anak (lagi) dan lagi 

tadi saat nunggu ojek jemputan di belakang mall dekat kampus
Bunda bersama Eisha duduk di kursi umum

lalu Eisha pun bertanya?


"Bunda, janin itu apa sih"

Bunda agak bingung kenapa Eisha tiba-tiba bicara janin...
tapi ya Bunda jawab "janin itu bayi yang masih berada dalam kandungan ibu yang hamil, namanya janin"
"Kalau sudah dilahirkan namanya bukan janin lagi, tapi bayi, baby."

Eisha diam..
Lalu Eisha tanya lagi: "gangguan kehamilan dan janin itu apa Bunda"
nah Bunda baru ngeh kalau pertanyaan Eisha konteksnya adalah seputar bahaya rokok...

Bunda mengawasi mata Eisha 
ternyata terpaku di spanduk rokok tepat di depan kita duduk
dibawahnya ada tulisan peringatan bahaya rokok

Jawab Bunda: "gangguan pada kehamilan dan janin itu seperti begini: janin di perut ibu yang tidak bisa tumbuh sehat, misalnya terkena penyakit atau tidak bisa tumbuh besar, karena ibunya merokok"

Tanya Eisha lagi: "bisa sampai mati?"
Glek, hmmm 
Bunda jawab:"iya mungkin saja sha, 
kalau janinnya terkena penyakit yang sangat parah akibat dari asap rokok yang dihisap ibunya"
sambung Bunda lagi (niatnya menegaskan): "makanya kalau ibu hamil itu tidak boleh merokok"

Tanya  Eisha: "loh jadi ibu yang tidak hamil memang boleh merokok ya?"

*waaaa kurang jelas ya Bunda jelasinnya he he*

"Yaa ga boleh juga sha, baik ibu hamil maupun yang tidak hamil tidak boleh merokok, 
semua orang kalau bisa ya tidak merokok"

Bunda sambung lagi: "kan itu ada di tulisannya, 
mereka bisa kena penyakit kanker dan jantung kalau merokok"

Eisha diam *sepertinya sedang mencerna*

Tak berapa lama Eisha bertanya lagi: "kalau impotensi itu apa Bunda?"

glekkkkkk, hadeeeh 
gimana ya ini cara jelasinnya? 


Senin, 13 Agustus 2012

Mimpi di malam Ramadhan

Bismillahirrahmanirrahim


Subhanallah, di Bulan Ramadhan ini
inspirasi Bunda menulis di blog ini (padahal sudah mau ditutup) ada saja.
Seperti cerita tadi malam yang coba Bunda dokumentasikan disini ya:

Tadi malam selepas shalat malam jam tiga, 
Eisha bilang ke Bunda,
katanya tadi malam ia bermimpi bertemu Rasulullah. 

Subhanallah, Bunda tanya seperti apa Rasulullah? 
Kata Eisha hanya melihat badannya saja: "gagah dan rambutnya berwarna hitam." 

Bunda tanya kembali: 
"Seperti apa wajah Rasulullah?"
Jawab Eisha: "wajahnya tak terlihat jelas, tapi bercahaya Bunda"

Kata Eisha lagi: "Rasulullah mengelus-elus kepalaku, Bunda." 

Dan tiba-tiba mata Eisha mengeluarkan air mata, 
sambungnya sambil terisak: "Aku Rindu Rasulullah". 

Bunda pun ikut terisak *sama-sama menahan rindu* 




Rabu, 08 Agustus 2012

Blog MP, semut, dan panasnya neraka

Bismillahirrahmanirrahim

Judul diatas provokatif sekali ya kelihatannya? 

Soalnya baru saja Bunda semangat (lagi) mau nulis blog lagi, 
eh Om Stef tega-teganya mau hapus blog-nya multiply 
dan lebih  konsen ke market place, duh mengecewakan

soalnya di multiply ini saya merasa bisa baca-baca sharing 
pengalaman orang-orang dan teman-teman, 
selain belanja (memang), tapi belanja kan sampingan. 
Yang menjadikan mp itu ramai kan ya blog community-nya 

yang kemudian jadi ajang jual-beli online. 
Yakin deh nanti kalau blog ditutup jual-beli mp pun bakalan sepi 


tapi jangan menyerah, yuk kita ikutan petisi menolak penghapusan blog di multiply, dengan ikutan petisinya di link ini ya:



Nah berharap ini bukan postingan terakhir Bundadi blog MP, 
Bunda mau tulis (lagi) cerita tentang Eisha dan Safa 
yang sudah besar-besar sekarang (kata Ammah Sita) 


********************************************************

Safa dan Semut


Kemarin diteras depan rumah, bunda menjumpai banyak sekali semut
Ternyata banyak sekali serpihan-serpihan roti di teras
Dan yang makan roti memang hanya Safa saat itu
Jadi Bunda menggugat ke Safa
"Safa, kok banyak semut?"
"Safa buang rotinya smbarangan ya? kalau buang sesuatu itu di tempat sampah kan?"

Eh Safa malah menjawab:
"iya itu Bunda, aku taruh roti-rotinya disitu"
"untuk semut-semutnya makan"

"soalnya kasian kan Bunda,semut-semutnya kelaparan, jadi aku kasih roti"
Hoalaaaaaah Safaa, segitu sayangnya ya kamu sama hewan, termasuk semut

*****************************************************************************

Eisha dan Bu Men: Panasnya Neraka

Beberapa malam lalu, sepulang tarawih di masjid perumahan, 
seorang ibu paruh baya menghampiri saya, 
ternyata ibu itu bernama Ibu Men,
Ibu Men menyapa saya: "Ini Bunda-nya Eisha ya?" 
Saya mengiyakan. 

Lalu ibu Men bercerita bahwa Eisha kerap bercakap-cakap di masjid dengannya.
Eisha kerap menjadi teman ngobrolnya saat shalat di masjid. 
Bu Men bercerita ke saya, ada satu percakapan dengan Eisha yg berkesan dihatinya. 

Ceritanya, saat shalat isya beberapa waku lalu, kipas angin di masjid mati, 
Bu Men bilang ke Eisha: "Eisha malam ini masjid panas sekali nak, kipasnya mati, haduh lihat tuh orang-orang kepanasan, termasuk Ibu dan Bapak-bapak yg shalat isya." Kata Bu Men.

Eisha menanggapi dgn kata-katanya ini: 
"Ibu, ibu tidak boleh berkata begitu. 
Karena kita belum pernah merasakan panasnya api neraka, 
yg panasnya lebih panas dari ini kan Bu..." 

Bu Men berkata ke saya: 
"itu perkataan eisha langsung menancap sekali dihati saya yg mendengarnya, subhanallah". 

*Subhanallah nak, Bunda pun bersyukur mendengan cerita Bu Men,
*semoga Allah selalu menjagamu dlm nilai-nilai-Nya ya*

Selasa, 24 Juli 2012

Celetukan-celetukan Sholehah :)

Bismillahirrahmanirrahim

Sudah lama sekali ya Bunda tidak menyambangi rumah maya yang satu ini
dan sdh banyak juga cerita tentang Eisha Safa yang tidak tercatat (hiks)

Nah mumpung bulan Ramadhan...
Bunda mau tulis celetukan-celetukan Eisha Safa edisi sholehah Nahini ceritanya:

***********************************************

Catatan Bunda (20 Juli 2012)

Malam hari Eisha bilang begini,
"Bunda aku tadi subuh bangun, tp yg lain blm bangun,jd aku sholat sendiri."
Bunda: "pinter Eisha, pinternya anak Bunda"
Namun Eisha menyahut lagi:
"tapi Bunda aku kerjakan shalat tadi subuh bukan berharap pujian Bunda kok,
tapi memang hanya karena Allah."

*wah naaakk dengar jawaban kamu jadi berbunga2 hati Bunda*


***********************************************************************

Catatan Bunda (23 Juli 2012)

Pengalaman Bunda diingatkan Safa:
Dua hari lalu Safa menari-nari di kamar,
saking semangatnya menari Safa hendak menarik tali baju di lemari baju.
Bunda yang melihat mendadak gusar,
karena khawatir seluruh baju berhamburan jatuh dan berantakan.
Spontan Bunda berteriak:
"Safaaa, duh jangan, itu kan baju!.
Safa yang kaget pun bilang: Bundaa, kasih taunya yang baik ya
*dengan nada yg sangat lembut*
*malu hati Bunda jadinya yaaa*


*************************************************

Catatan Bunda (25 juli 2012)
Ini obrolan anak-anak edisi Ramadhan.
Tadi pagi si Mba ajak adik Safa nyanyi pelangi-pelangi.
Kakak Eisha ikutan nyanyi bareng.
Nah, sampai bait terakhir, "pelangi-pelangi ciptaan......."
Si Mba nyanyinya "ciptaan Tuhan" sementara Eisha nyanyi "ciptaan Allah".
Kata Mba: "ih Kak Eisha, kok bedaa??".
Kata Eisha: "ih mba Utin, memang harusnya ciptaan Allah, bukan Tuhan. Tuhan itu kan belum tentu Allah, Tuhan bisa juga patung atau yang lain, yang disembah sama orang musyrik"

*hihi si Mba, pagi-pagi sdh diceramahin anak kecil *

Senin, 20 Februari 2012

Obrolan Suka-suka Anak: Buah, Beda Rasa, dan Mouse :)

Bismillahirrahmanirrahim
Sudah lama Bunda tidak menulis catatan tentang Safa
Berikut Bunda tuliskan rekaman obrolan suka-suka Safa (4 tahun)
jadi nanti jika dibaca kembali oleh Bundanya atau Ayah Safa,
akan menghibur hati

*************


Tentang Buah

Bunda: Safa suka buah apa?
Safa: aku suka buah banyak: rambutan, klengkeng, apel, anggur,
pisang, lechee, jeruk, manggis
Bunda: Kalau mangga?
Safa: kalau mangga yang manis aku suka
Bunda: hmm kalau Duren?
Safa: aku ga suka, soalnya ada tusuk-tusuknya
(maksudnya duri hihi)
Bunda: kalau nanas
Safa: kalo nanas, safa belum coba, nanas yg kayak apa?
Safa melanjutkan: mmmmmm nanas tuh yg kayak rumahnya sponge bob ya?

he he he wah iyaa sih
*dasar anak sekarang kok larinya ke situ ya *


**************************

Tentang Rasa

Bunda dan Safa ceritanya sedang mengisi lembar belajar
yang baru saja dibeli di toko buku

Perintah 1: Lingkari makanan yang rasanya manis dengan warna merah
Safa melingkari gambar gula, anggur, dan pisang dengan spidol merah
Bunda: loh kok gambar coklatnya ga dilingkari,Safa?
Safa: mmm enggak, kalo coklat kan rasanya enak, Bunda
**hooo begitu yaaa beda ya enak sama manis? ***


Perintah 2:  Lingkari makanan yang rasanya asam dengan warna kuning
Safa melingkari gambar jeruk lemon dan apel berwarna hijau dengan spidol kuning
Bunda: kok gambar jeruk yg lain (orange) ga dilingkari Safa?
Safa: tidak nda, jeruk orange kan rasanya bukan asam
tapi manis sama asam, Safa sukaa....

****Hooo iya juga  rasanya jeruk manis-manis asam ya :)*


********************************************

Tentang Hewan

Ceritanya Safa habis dari Kebun Binatang liburan yang lalu
lalu Ayah bercakap-cakap sama Safa

Ayah: Safa apa ya bahasa Inggrisnya Burung?
Safa: Bird
Ayah: pintar, kalau bahasa inggrisnya gajah?
Safa: oh, elephant
Ayah: nah sekarang, kalau tiger itu apa ya?
Safa: hiii itu kan macan, Safa takut macan
Ayah: wah takut kenapa?
Safa: iya , Safa takut diterkam sama macan
Ayah: ga kok, kan macannya dikurung, jadi ga bisa keluar
Ayah melanjutkan:  kalau crocodile itu apa, Safa?
Safa: hii Safa juga takut sama crocodile, kemarin liat di kebun binatang,
crocodile itu kan buaya
Ayah: wah Safa pinter, nah sekarang, kalau mouse itu apa ya safa?
Safa: ohhh, aku tahu Ayah, kalau mouse itu kan yang buat main komputer!

*grrrrrrrrr ha ha dasar anak komputer * 

Jumat, 17 Februari 2012

Kisah Si Ranking 23 di Sekolah

Bismillahirrahmanirrahim
Kisah cerita ini baru saja saya baca di milis pengajar kampus
Sumber pertamanya tidak jelas memang
saya sudah berusaha mencari sumber pertamanya di Google, tapi tidak ketemu juga
mungkin sudah banyak yang membaca kisah ini ya
kisah menarik sekali tentang anak,
bisa menjadi pelajaran untuk kita sebagai orang tua.
Insya Allah

******************************************************

Kisah Si Ranking 23 di Sekolah:
“Aku Ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan”


Apakah Anak-ku harus rangking 1?

Di kelasnya terdapat 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar,namun ternyata anak kami  menerimanya dengan senang hati.

Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji “Superman cilik” di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja. Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak kami rangking nomor 23 dan tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya begitu bersinar-sinar.

Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia bertanya dengan hati kepada anak kami: “Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan kepandaian luar biasa?” Anak kami menjawab: “Itu karena ayah juga bukan seorang ayah dengan kepandaian yang luar biasa”. Suamiku menjadi tidak bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½ tahun juga menyatakan bahwa kelak akan menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya.

Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sangat sibuk sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia menjawab dengan besar hati: “Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang”. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK?

Apakah kami tetap akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah?

Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi belajar untuknya.
Anak kami juga sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik lagi, tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu tidak dilakukan lagi.
Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat semakin kurus. Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23. Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku kondisinya semakin pucat saja.

Apalagi, setiap kali akan menghadapi ujian, dia mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara diam-diam melepaskan aksi tekanan, dan membantunya tumbuh normal.

Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah “Humor anak-anak” dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram damai kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak memahami akan nilai sekolahnya.

Pada akhir minggu, teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek.

Anak kami tiada keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira.

Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan terjadi satu kejadian di luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, satunya lagi adalah ahli bahasa Inggris. Kedua anak ini secara bersamaan berebut sebuah kue beras yang di atas piring, tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Walau banyak makanan enak terus dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewasa terus membujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara yang sederhana yaitu lempar koin untuk menentukan siapa yang menang.

Ketika pulang, jalanan macet dan anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing-masing.

Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga.

Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku.

Pertama-tama mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar.
Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi dan alasannya.

Selain anakku, semua teman sekelasnya menuliskan nama anakku.

Alasannya pun sangat beragam : antusias membantu orang, sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris.

Wali kelasnya mengatakan banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja.

Dia memberi pujian: “Anak anda ini, walau nilai sekolahnya biasa-biasa saja, namun kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu”.

Saya bercanda pada anakku, kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab dengan sungguh-sungguh: “Guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”

Dia pun pelan-pelan melanjutkan: “Ibu, aku tidak mau jadi Pahlawan aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Aku terkejut mendengarnya dan mengamatinya dengan seksama.

Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum, sepertinya waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga.

Dalam hatiku pun terasa hangat seketika.

Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan, namun akhirnya menjadi seorang biasa di dunia fana ini.
Jika berada dalam kondisi sehat, jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, mengapa anak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan jujur.

Jika anakku besar nanti, dia pasti menjadi seorang isteri yang berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman kerja yang gemar membantu, tetangga yang ramah dan baik.

Apalagi dia mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih tidak merasa senang dan tidak merasa puas?

Masih ingin dirinya lebih hebat dari orang lain dan lebih menonjol lagi?

Lalu bagaimana dengan sisa 27 orang anak-anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, bagaimana perasaan kami?

Anakmu bukan milikmu.
Mereka putra putri sang Hidup yang rindu pada diri sendiri,
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu.
Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,
Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah untuk raganya,
Tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi meski dalam mimpi.
Kau boleh berusaha menyerupai mereka,
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam di masa lampau.
Kaulah busur, dan anak-anakmulah
Anak panah yang meluncur.
Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian.
Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.
Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.
- Khalil Gibran