Tulisan ini
Berasal dari keresahan saya
Ya saya resah juga gelisah
dan seringnya resahnya saya
hanya bisa tertuang dalam tulisan...
Di dunia ini kita memang tahu
Ada kesenjangan,
kita mengenalnya sebagai kesenjangan sosial
dalam keseharian-pun kita menyadari..
Ada gap antara yang berada dan tidak berada
antara orang yang memiliki sumber daya dan yang tidak
Yang menjadi inti keresahan saya,
gap ini seringnya menjadi sumber
Kita memandang orang,
Menjadi patokan seseorang menjadi teman kita
Dan yang lain bukan
we aren't them
and they aren't us
Mungkin terbersit begini...
Saya anak pengusaha
Dan dia cuma anak tukang bakso
Ayah saya dosen
Sedang ayahnya dia cuma tukang
Ibu saya pegawai swasta
dan Ibunya dia cuma tukang pisang coklat
Ayah saya sebulan punya gaji puluhan juta
tanpa perlu banyak mengeluarkan keringat
Sedang pendapatan ayahnya dia tergantung
berapa mangkok bakso yang bisa dijual
tidak bisa ditampik..
pemikiran ini mungkin pernah (atau sering?)
muncul dari dalam diri saya,
saya beristighfar untuk hal ini
dan berdoa semoga anak-anak saya
tidak akan pernah punya fikiran macam ini
Astaghfirullah, astaghfirullahal adzim
Selain faktor kekayaan
dan keberadaan materi
Gap yang kita buat-buat sendiri ini
Juga bisa atas dasar yang lain:
Kemahiran bahasa, lulusan sekolah atau universitas yang berbeda,
nilai GMAT, nilai TOEFL, IPK, daerah tempat tinggal,
jumlah penelitian, jumlah penghargaan
asal keluarga, suami, mobil, semuanya...
Ketika kita memandang kita punya skor lebih
hal ini menjadikan kita merasa diatas angin,
men-cap seseorang tidak pantas bergabung bersama kita
itu cocok, ini tidak, dia sehati, dan dia tidak
terkadang ini tidak terlihat kasat mata dari pandangan kita
tetapi terbersit dalam hati...astaghfirullah
Padahal mungkin saja
kita tidak lebih baik dari mereka
kita tidak lebih mulia dari mereka
terutama di mata Allah
mungkin di mata manusia kita unggul
tapi belum tentu dimata Allah
.....
Kita yang anak pengusaha dan pegawai tinggi
sangat bisa mendapat uang semau kita
seratus dua ratus ribu
adalah jumlah biasa yang ada di dompet kita
lima puluh seratus ribu
adalah jumlah yang ringan buat dihabiskan
untuk nonton di teater atau sekedar minum di restoran
Kita yang lulusan universitas negeri atau overseas
sangat bisa mendapat pekerjaan atau beasiswa jauh lebih mudah daripada
lulusan swasta yang tidak branded. mudah sekali.
sedangkan mereka?
benarkah mereka tidak lebih baik dari kita?
cobalah Lihat dalam-dalam,
betapa mereka mensyukuri sangat-sangat
setiap mangkok bakso yang bisa dijual oleh sang Ayah pada hari itu
betapa kalimat tahmid "alhamdulillah" selalu terucap
untuk setiap pisang yang dijual oleh ibunya
betapa sujud syukur mereka tangkupkan
saat beasiswa S2 mereka dapatkan karena meraka hanya lulusan sekolah biasa
betapa puasa dan sedekah banyak mereka niatkan dan lakukan
untuk mendapatkan satu pekerjaan saja
Sedangkan kita?
Benarkah kita lebih baik dari mereka?
bahkan mungkin ucapan rasa syukur
sama sekali tdk terlontar dr mulut kita
ketika kita menerima kemudahan-kemudahan
yang kita anggap wajar dan kecil nilainya
seratus dua ratus ribu
sejuta dua juta
yang kita terima
berlalu begitu saja,
tidak ada ucapan hamdalah,
apalagi sujud syukur
sedangkan mereka
ada hamdalah dalam setiap rupiah yang mereka dapatkan
ada takbir dalam setiap langkah-langkah mereka berusaha
Jika melihat dari sini
benarkah kita lebih baik?
jika dilihat dari sini
apakah boleh kita membanggakan diri?
jika dilihat dari sini
maka akan banyak mana catatan di Arsy sana
akan jumlah syukur kita dengan mereka?
benar bukan, kita (mungkin) tidak lebih baik...
wallahu'alam bishshowwab al haqu mirrabbik
Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. (QS Hujurat:11).
tengkyu mbak......................sudah mengingatkan
BalasHapusu're welcome my sista ^^ insya Allah kita akan saling mengingatkan ya...
BalasHapusyuk bersyukur atas semua teman / sahabat yg Tuhan telah berikan kepada kita...
BalasHapusmakasiihhhh bgttt mbaak....bener2 mengingatkan niy...
BalasHapussalam kenal ya..:)
betul ma, intinya adalah hidup dalam kesyukuran..insya Allah :)
BalasHapusmakasih mba udah di ingetin.. ku bilang jg apa, kirim ke media !!!! :)
BalasHapussalam kenal juga ya miminya Nayla :) trmksh sdh membaca sharingku:) semoga bermanfaat...
BalasHapussama-sama Mama Bintang :)..wah kirim ke media apa dunk...:)
BalasHapusBaru kmrn kita ngerumpi di kantor ttg beginian...apa lulusan UI pasti lebih baik dari non UI dll gitu deh...
BalasHapus@Mba Linda:wah pas ya, kurasa masing-masing Universitas punya kelebihan masing-masing. Sedangkan UI sebagai Universitas Tertua di Indonesia akan punya banyak kelebihan dalam hal pengalaman. Tapi tidak menutup kemungkinan non UI lebih berhasil di luar sana, wallahu a'alam seharusnya tiap-tiap lulusan saling melengkapi dengan kompetensinya masing-masing...jadi sifatnya bukan mengalahkan apalagi meniadakan..insya Allah
BalasHapusterima kasih renungannya jeng....
BalasHapussami-sami Bu Ping, semoga bermanfaat..insya Allah
BalasHapussalam utk nenek & kakek eisha ya....^_^
BalasHapusinsya Allah salamnya disampaikan ya Ammah, salam juga untuk nenek kakek Ali dan Ammar :)
BalasHapus