Rabu, 14 April 2010

berada dalam normalitas

Bismillahirrahmanirrahim

Saya senang membaca status dan blog orang
karena tulisan mereka memberikan pengetahuan baru
dan memperluas pandangan saya insya Allah

ada sharing blog yang menginspiasi saya untuk menulis kali ini
adalah sharing Bunda Riyyani disini:
http://riyyani.multiply.com/journal/item/21/Anak-anak_Karbitan

Sharing Bunda Riyyani diatas 
menginpirasi saya untung mengungkapkan isi hati saya
tentang normalitas anak...

Dulu waktu saya masih kuliah S1 di FEUI
kebanyakan dosen memberi nilai akhir mata kuliah 
menggunakan distribusi normal
menjadikan kita mahasiswa mereka ini deg-degan
dan bertanya-tanya di manakah nilai kita berada dalam kurva (distribusi) normal?

apakah di kutub sisi kanan kurva dimana terdapat nilai tertinggi di kelas?
atau malah parahnya di sisi kiri dari kurva nomalitas, 
dimana nilai terendah di kelas berada
masing-masing kutub biasanya cuma berisi 5%
dari keseluruhan jumlah mahasiswa.
sedikit sekali bukan?
kalau ada 40 mahasiswa, maka mungkin bila menggunakan alpha 5 %
maka mahasiswa "jenius" diatas normal (yang mendapat nilai mutlak A) 
jumlahnya hanya sekitar 2 orang saja.

tentu saja biasanya separuh lebih kelas 
berada pada posisi tengah (on average normal score)
dimana rata-rata nilai kelas berada...
untuk saya saat itu sebagai mahasiswa,
daerah tengah kurva normalitas ini adalah nilai aman,
kalau mau dibilang cukuplah untuk lulus mata kuliah tersebut...hehe


Nah terkait dengan normalitas anak,
sekarang ini saya melihat fenomena banyaknya orang tua
resah atas normalitas anak-anak mereka
(termasuk saya didalamnya mungkin)

ditambah lagi orang tua sekarang
seringkali dibuat panik oleh berbagai iming-iming
dan ketakut-takutan tidak jelas dari berbagai tawaran marketing
perusahaan-perusahaan jasa kursus
yang mengaku bisa mengakselerasi
kemampuan anak-anak mereka
menjanjikan anak-anak kita bisa dibuat cepat pintar dan cepat matang:
mulai dari les A, les B, les C, les D,
metode membaca usia dini, les matematika, les bahasa  cas cis cus
yang semua-semuanya menjanjikan anak akan lebih unggul

kalau meminjam istilah kurva nilai diatas
sang anak akan diusahakan berada pada kutub kanan atas
berada diatas normal
dari anak kebanyakan

lalu bagaimana dengan mereka yang rata-rata?
anak-anak yang berada pada normalitas?
mereka yang baru bisa membaca pada usia 7 tahun?
seperti kebanyakan kita dulu
mereka yang di usia 4 tahun dan belum mengenal 
kata-kata how are u, medium, large, small
dan istilah bahsa asing yang lain?
mereka yang belum hafal perkalian diusia 6 tahun?
apa berarti mereka adalah bibit yang tidak unggul?
apakah berarti mereka tidak akan menjadi manusia hebat dewasa kelak?

nah nah, saya akui nih sebenarnya saya juga termasuk orang tua
yang mudah terprovokasi oleh apa yang dilakukan orang tua lain
dan kalau lagi kurang kewarasannya,
akhirnya saya terjebak dalam membandingkan
anak-anak saya dengan anak-anak lainnya
dimana hasilnya adalah malah saya, ibu dari Eisha dan Safa
sedih tak menentu kalau Eisha Safa "dirasa ketinggalan":
semuanya keluhan bergelayut diotak:
duh anakku belum bisa baca, duh belum pintar berhitung, 
duh tulisannya belum rapih
duh belum bisa bahasa inggris, dan lain-lain

istighfar harusnya saya ya...

lalu jika anak-anak kita berada pada area normalitas ini
perlu gusarkah kita sebagai orang tua?

Terkadang keresahan ini sudah bermunculan di hati orang tua
bahkan saat sang anak baru mulai tumbuh dan berkembang

misalnya iika anak kita usia 12 bulan belum berjalan
anak kita masih tertatih-tatih melangkah, 
sementara melihat ada anak lain yang usianya 10  bulan sudah berjalan,
melihat anak ibu itu usia 12 bulan sdh lancar melangkah?
banyak orang tua merasa gusar tentang hal ini
saya mendengarnya sendiri, (atau mungkin saya pernah rasakan sendiri dulu ya?)
mendengar para ibu berkeluh kesah
kok anakku belum jalan ya? kok anakku belum bisa titah ya?

padahal pada usia tersebut adalah normal
anak masih dalam fase belajar berjalan
dan bukan lancar berlari

atau kembang kempiskah hidung kita karena demikian bangganya
karena anak kita berada diatas normal
salah satu contoh yang saya alami adalah
ketika anak saya si sulung Eisha tidak melewati fase merangkak
namun langsung berdiri dan berjalan
padahal normalnya adalah anak berjalan melalui fase merangkak, berdiri lalu titah bukan?

dulu saya merasa wah oke nih si Eisha langsung jalan tanpa merangkak
sampai ditemukan hasil riset yang memastikan
bahwa setiap anak perlu melewati fase merangkak
dalam proses ia berjalan,
karena dengan merangkak,
ada hormon yang dirangsang untuk memperkuat fungsi otaknya
sampai-sampai dianjurkan bagi anak yang melewatkan fase merangkak
dan sdh "terlanjur" lancar berjalan
melakukan kembali tahapan merangkak ini...
dan ini yang dilakukan  Eisha,
walau sudah besar Eisha mesti mengulangi fase rangkakannya itu sekarang
yaitu dengan bermain yang membutuhkan aktivitas merangkak
seperti bermain kuda-kudan ^^ hehe

...karena ya normalnya seperti itu..dan itu PERLU tenyata...


walau ya tentu saja ya bunda
untuk anak yang extraordinary, sangat pintar, sangat mandiri
kita akan bersyukur karenanya...alhamdulillahirrabbil alamin
orang tua mana yang tidak suka anaknya punya kelebihan
tapi apakah salah juga jika anak kita berada pada normalitas usianya?
tidak tentu saja, itu BAIK-BAIK saja, insya Allah...

karena biasanya sesuatu yang sengaja dibuat abnormal 
(termasuk super)
punya trade off-nya sendiri
sepeti bunga instant yang disemprot cairan hormon
bunga itu akan cepat mekar dengan indah memang setelah ia disemprot
tapi dalam satu hari bunga tersebut juga langsung rontok berguguran
kalau kata psikolog menyebut fenomena ini sebagai: "early ripe, early rot",

cepat tumbuh tapi cepat pula layu...

istighfar lagi saya...

akankah kita lakukan hal ini ke anak-anak kita?

Orang tua yang merasa gusar
jika anaknya berada diarea average normal,
mungkin mulai mencari-cari cara mem-boost kemampuan anak-anak kita,
membuat mereka cepat matang namun trade offnya mereka cepat juga menjadi "layu"
orang tua mulai melalakukan tindakan ketidakpatutan terhadap anak (Faizah, 2009)

untuk lebih validnya  alinea dibawah ini sampai alinea terakhir adalah 
kutipan dari tulisan ibu Dewi Utama Faizah (2009)
-BUKAN TULISAN SAYA YA BUNDA-

kutipan ini diambil dari tulisan beliau tentang "Anak-Anak Karbitan"
link lengkapnya:  

Ibu Fauziah merupakan anggota
Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 
Program Director untuk Institut Pengembangan Pendidikan Karakter 
divisi dari Indonesia Heritage Foundation.

Diantara indikator orang tua
untuk melakukan berbagai ketidakpatutan terhadap anak. 
Diantaranya yang paling menonjol adalah
orientasi pada kemampuan intelektual secara dini.
Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib
dengan kepintaran intelektual luar biasa.
Mereka dicoba untukmenjalani akselerasi dalam pendidikannya
dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik
di dalam dan di luar sekolah. (Faizah, 2009)

"Early Ripe, early Rot...!"

Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di
masa depan sangat ditentukan oleh faktor kognitif.
Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga.
Oleh karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda 
untuk melakukan "Early Childhood Training". 
Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasanmya. (Faizah, 2009)

Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak
mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). 
Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif 
yang mengfungsikan belahan otak kiri. 
Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. 
Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak 
dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. 
Hal ini terjadi sekarang
di mana-mana, di Indonesia. (Faizah, 2009)

Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan 
memperlihatkan bagaimana pengaruh tekanan dini 
pada anak akan menyebabkan berbagai gangguan kepribadian 
dan emosi pada anak. 
Oleh karena ketika semua menjadi cepat mekar.... 
kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak dipedulikan! 
Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh,
untuk belajar dan untuk berkembang, sebuah proses dalam kehidupannya !'
(Faizah, 2009)

Kecenderungan orangtua menjadikan anaknva "be special" 
daripada "be average or normal" sernakin marak terlihat. 
Orangtua sangat ingin anak-anak mereka menjadi "to excel to be the best". 
(Faizah, 2009)

Sebetulnya tidak ada yang salah. 
Namun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai
mengikuti berbagai kepentingan orangtua 
untuk menyuruh anak mereka
mengikuti beragam kegiatan, 
seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa,
renang, basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak
lagi lainnya...maka lahirlah anak-anak super---"SUPERKIDS' ". 
Cost merawat anak superkids ini sangat mahal. (Faizah, 2009)

Era Superkids berorientasi kepada "Competent Child". 
Orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak 
karena mereka percaya "earlier is better". 
Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam
pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. (Faizah, 2009)


Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar
karbitan ini terjadi pada tahun 1930,
seperti yang dimuat majalah NeYorker.
Terjadi pada seorang anak yang bernama William James Sidis,
putra seorang psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera
masuk Harvard College walaupun usianya masih 11 tahun. 
Kecerdasannya di bidang matematika begitu mengesankan banyak orang. 
Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. 
Namun apa yang terjadi kemudian? 
James Thurber seorang wartawan terkemuka
pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, 
yang tak lain adalah William James Sidis. 
Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat
orang banyak berdecak kagum pada beberapa waktu silam.

Sedangkan seperti halnya Einstien 
yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas
3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun. (Faizah, 2009)

Neil Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan
bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka
lihatlah... ketika anak anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi
orang dewasa yang ke kanak-kanakan! (Faizah, 2009)


*semoga kita bisa memetik hikmahnya ya Ayah ya Bunda, utamanya saya sendiri nih*
*dan semoga kita selalu bersyukur anak kita berada pada normalitas usianya, insya Allah*
*wallahu a'lam bishowwab, alhaqu mirrabbik*


19 komentar:

  1. tulisan yang menarik bangets bun..
    buat ku sendiri, aku tidak mau terperangkap pada passion ku terhadap anak. krn akhirnya aku akan menuntut banyak hal pada anak ku. yang ku lakukan saat ini adalah menemaninya tumbuh dan berkembang dengan bahagian dan sesuai koridor agama... smoga anak ku kelak bisa menjadi individu yang bahagia dan mengenal Tuhannya... :)

    BalasHapus
  2. Iya bun jgn mengkarbit anak, biarkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai dg usianya..

    Tfs ya bun..

    BalasHapus
  3. ya ampun ini tulisan perasaan tadi aku save draft kok bisa ke posting ya? *herann* soale belum lengkap sumber dan datanya*insya Allah nanti diperbaiki deh ya ^^

    BalasHapus
  4. Wah tulisan kereeeeen....makasih banget ya jeng !

    BalasHapus
  5. aaamin ya Allah, semoga ya kita bisa menjadikan mereka bahagia dunia akhirat..

    BalasHapus
  6. sepakat ma, insya Allah...semoga kita tidak lupa akan hal ini, terutama aku hiks..kadang2 muncul obsesinku ke anak, astaghfirullah

    BalasHapus
  7. wahh Bu Pingkan semoga bermanfaat ya...sama-sama ya Bu

    jangan lupa dibaca tulisan lengkapnya ibu Faizah yang bagus banget yang beberapa alinea disini aku ambil dari sana ya

    linknya:
    http://riyyani.multiply.com/journal/item/21/Anak-anak_Karbitan

    BalasHapus
  8. aku udah kesana jeng, terima kasih banget, tulisan yang panjang dan perlu konsentrasi, tapi isinya subhanallah....
    ijin ngasih tau postingan ini ke temen ya...

    BalasHapus
  9. Yup betul jgn terlalu memaksakan kehendak kita kepada anak, biarlah anak kita tumbuh normal sesuai usianya, berikan kebebasan padanya, namun tetap dalam koridor positif tentunya

    BalasHapus
  10. TFS ya Ci...tulisannya panjang kudu konsen bacanya :-)
    *meluncur ke TKPnya anak karbitan*

    BalasHapus
  11. sy sangat setuju mba dg tulisan mb diatas. ...semoga kita bs menjadi orang tua yang bijak. semoga anak-anak kita tumbuh bahagia dalam pengasuhan kita. amien

    BalasHapus
  12. betul isinya subhanallah, buat kita sebagai orang tua bisa berkaca ya mba Ping....
    sama-sama maturnuwun nggeh mba ;)

    BalasHapus
  13. sama-sama Bunda, semoga bermanfaat ^^

    BalasHapus
  14. sama-sama Mba linda...memang tulisannnya panjaaanng *padahal sdh aku edit-edit hehe* tulisan artikel asli "Anak karbitannya" lebih panjang lagi, sampe aku print biar konsen bacanya :-)

    BalasHapus
  15. setuju ma, dalam koridor positif sesuai nilai Islam insya Allah

    BalasHapus
  16. aaamin semoga ya ma, kita menjadi orang tua yang bisa mendampingi anak menjemput kebahagiaannya sendiri..Amin Allahumma Amin

    BalasHapus
  17. kalo boso jowonya "nggege mongso" :) belum masanya tapi sdh dipaksa2 ^_^

    BalasHapus
  18. betullll, ternyata ada ya istilah jawanya Ammah ^^

    BalasHapus